1.20.2010

Menteri Lingkungan Hidup membuka Workshop Pengelolaan Ekosistem Gambut

Jakarta, 18 Januari 2010, Lahan gambut mempunyai berbagai manfaat, fungsi produksi (ekonomi), yaitu mencakup hasil sumber daya alam dan hasil budidaya. Kemudian, fungsi pengaturan yaitu mencakup pengaturan hidrologis (90 % air tersimpan dalam gambut) dan kestabilan iklim karena memiliki kandungan Carbon (C) yang sangat besar. Selain daripada itu, masih ada fungsi lainnya, misalnya sebagai sumber keanekaragaman hayati, saran penelitian, wisata dan jasa lingkungan. Seiring dengan pertambahan penduduk yang diikuti oleh pembukaan dan pengelolaan lahan gambut hanya memperhatikan nilai ekonomi namun memarjinalkan fungsi ekologisnya. Hal ini memperparah kerusakan lahan gambut, terutama yang diakibatkan kebakaran dan juga dari pembuatan drainase yang tidak memperhatikan karakteristik ekosistem gambut.

Secara ekosistem, gambut sangat rentan terhadap kebakaran, sehingga manajemen airnya harus dijaga. Ekosistem gambut merupakan penyumbang terbesar dalam emisi gas rumah kaca, yaitu sebesar 1,4 Giga ton terutama akibat seringnya terjadi kebakaran dan juga akibat dari turunnya muka air tanah. Program nasional target penurunan emisi sebesar 26 % sebagian besar disumbangkan dari lahan gambut. Hal ini sebaimana yang disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS. “Dengan adanya komitmen Pemerintah Indonesia untuk penurunan target emisi sebesar 26 % pada tahun 2020 dari kondisi business as usual, maka pengelolaan ekosistem gambut yang berkelanjutan adalah sangat strategis sebagai salah satu prioritas program nasional”.

Untuk mencegah kerusakan lahan, perlu disusun mekanisme yang komprehensif. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah mengamanatkan dalam pasal 21 ayat (5) dan pasal 56, untuk menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut. Rancangan PP Tentang Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut telah disampaikan ke Menteri Hukum dan Ham pada tanggal 11 Desember 2009 untuk harmonisasi. Sedangkan pembahasan antar sektor akan dilakukan pada tanggal 19 Januari 2010

Ekosistem gambut tersebar di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang dimanfaatkan antara lain untuk pertanian, perkebunan, hortikultur. KLH telah memfasilitasi nota kesepakatan yang dituangkan dalam Master Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan antara Pemda Kabupaten/Walikota dari Pemda Provinsi Riau pada tanggal 8 Desember 2009. Masterplan tersebut berisi Rencana Aksi Pengelolaan Ekosistem Gambut untuk arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kabupaten/Kota. KLH telah melakukan pemetaan kesatuan hidrologis gambut dengan mensinergikan data gambut di berbagai sektor dan pemanfaatan citra satelit. Hasil sementara perhitungan melalui interpretasi citra tahun 2007 diperoleh luasan Kesatuan Hidrologi Gambut sebesar 32.656.106 ha. Luasan tersebut masih diperlukan verifikasi lebih lanjut untuk menentukan areal gambut sebagai kubah gambut yang dijadikan kawasan lindung maupun diluar.

Ekosistem gambut yang selama ini menjadi obyek pembangunan dengan mengabaikan sifat dan karakteristiknya, harus berubah melalui pendekatan kesatuan hidrologis yang sesuai karakteristiknya. Selain itu, harus dipahami unsur perlindungan dengan memberikan batas yang jelas pada kubah gambut untuk penyimpanan kandungan air yang berfungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan.

Sumber : http://www.menlh.go.id/home

Tidak ada komentar: